"Karena kekecewaannya pada pemeluk agama, maka dia bertanya-tanya jika Tuhan maha segala kebaikan mengapa Dia membiarkan kehancuran, kekacauan, dan kejahatan. Mengapa Tuhan tidak menghilangkan saja semuanya itu dengan kekuasaan-Nya. Maka dari itu para ateis menyimpulkan bahwa Tuhan itu tidak ada." Sambung Rumi masih bersandar di punggung kursi. "Sekali lagi, Yah. Jangan dikira karena keterbatasan otak kita lalu menyimpulkan bahwa sesuatu yang kita tidak tahu itu pasti tidak ada." "Kenapa manusia dibatasi, Rum?" "Kalau manusia tidak dibatasi dan tahu semua, buat apa Tuhan jadi Tuhan? Sedangkan manusia sudah tahu semuanya tanpa terkecuali. Contoh kecilnya seperti ini, Yah, jika akal kita tidak dibatasi. Bayangkan kamu memiliki sahabat yang sudah lama kamu kenal dan percaya, ke mana-mana dengan dia, apa-apa cerita dengan dia, lalu setelah kamu ceritakan semuanya kepadanya tanpa sedikit pun yang tertinggal termasuk aib-aib, dia mengkhian...
Apa yang tidak aku temukan dalam ilmu pengetahuan, aku temukan dalam dirimu. Seolah-olah aku merasa bahwa aku menemukan diriku dalam dirimu Dan ternyata kamu adalah perempuan yang selama ini aku cari Dan ternyata kamu adalah bunyi yang aku hayati setiap pagi Dan untuk pertama kalinya aku bersaksi bahwa tiada perempuan selain engkau. Aku percaya bahwa Tuhan yang menciptakan perempuan secantik engkau adalah Tuhan Yang Mahabesar dan Maha Pengasih.