Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2022

Seratus tahun Tamansiswa

  Mendengar nama Tamansiswa, yang terlintas dipikiran saya adalah sebuah tempat yang menyenangkan bagi pelajar untuk mencari kebebasan, tapi itu berlaku seratus tahun yang lalu ketika Ki Hajar Dewantara mendirikan sebuah sekolah rakyat sebagai antitesis pendidikan kolonial. Pendidikan kolonial mencetak generasi tenaga kerja, buruh, karyawan yang dituntut patuh dan disiplin tanpa mempertanyakan segala sesuatu kebenaran yang ada. Ia tidak mungkin menciptakan manusia yang berpikir kritis, berprinsip, dan idealis. Tamansiswa bukanlah pendidikan barat yang menjadikan ilmu pengetahuan sebagai tolok ukur utama. Bukan yang pintar lalu mencurangi yang lemah. Tetapi spiritualitas, adab, dan budi pekerti adalah beberapa dari tujuan tamansiswa. Setelah kepergiannya Tamansiswa justru terseret arus pendidikan kolonial. Tamansiswa tidak lagi menjadi tamansiswa yang didirikan Ki Hajar pada tahun 1922 lalu. Semangat antipenjajahan itu memudar dan menuju kehilangan. Pendidikan karakter untuk membang...

Diberkatilah Maradona

For Argentinians, football is a religion. Every religion has its god, and the god of football is Diego. Suatu ketika tuhan turun ke bumi dengan segala keagungannya menjelma menjadi manusia yang lahir dari kalangan kelas bawah di Villa Fiorito, 30 oktober 1960. Kelahirannya diperingati sebagai Natal sekaligus penanda awal kalender para pemujanya, menggantikan penanggalan masehi. Dialah Diego Armando Maradona yang dikultus sebagai juru selamat sepak bola Argentina. Dialah alfa dan omega, awal dan akhir kehidupan. Satu-satunya di alam semesta. Dulu, kini, dan nanti. Kebesaran namanya akan abadi dan dikenang berbagai generasi. Bahkan sekelas La Pulga pun belum mampu mengganti kedudukannya. Inilah kisahnya. Dialah yang dibenci beberapa sekaligus dicinta berjuta penggemar Argentina. Dengan tangan kirinya yang kuasa membobol jala gawang Peter Shilton dari Britania. Atau mungkin Grand Jeté yang memukau. Menggiring bola melewati lima pemain sejauh 60 meter, solo run , disertai lompatan se...

Tidak tepat untuk saat ini

  Seperti biasanya dalam kebanyakan problematika, saya sering berbeda dalam mengambil keputusan. Bukan karena agar terlihat cerdas atau apa, tapi seperti ada penolakan karena hal-hal yang sifatnya ambigu. Yang saya rasakan adalah belum tentu yang itu pasti itu dan ini pasti ini. Bisa saja kelihatannya itu padahal ini, dan ini tetapi itu. Dari paradigma seperti itu saya sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan. Salah langkah dampaknya semakin rumit di esok mendatang. Terdengar berita tersebar dari layar ke layar bahwa akan ada bentuk penyampaian semacam keluh kesah dan harapan terkait masa depan Persijap Jepara. Saya sendiri tidak mengikuti pergerakan tersebut, sebab tidak ada rasa tega dalam diri saya bahwa menginginkan sesuatu yang lebih dan lebih dari sesuatu yang saya cintai. Tidak ada keinginan yang memaksa, bahkan untuk menguasai sekalipun. Untuk saat ini dan musim-musim kemarin saya hanya bisa memberikan bentuk apa pun di dalam kemampuan saya. Maksud saya begini, kit...

Menulis dan menulislah!

  Penulis adalah pekerja kreatif Tidak ada yang sia-sia dari menulis Tidak ada yang salah dari sebuah tulisan Itu yang saya yakini.   Adalah kegiatan ini jarang dilakukan oleh kebanyakan orang dan ketika saya melihat seorang penulis, kata yang terlintas dalam kepala saya adalah orang ini keren sekali. Mungkin pembaca memiliki beberapa teman yang seorang ahli grafis, desainer, perupa, atau pelukis tetapi belum tentu pembaca memiliki seorang penulis. Sebab menulis bukanlah kegiatan untuk menghasilkan uang, melainkan lebih kepada berpikir dan berkontemplasi. Perlu banyak waktu untuk menghasilkan sebuah tulisan melalui proses mempertanyakan, mencari jawaban, dan merenungi secara dalam-dalam. Menguras banyak tenaga tanpa menghasilkan sepeser pun rupiah. Jika disandingkan mana di antara gambar atau tulisan yang lebih menarik mata. Tentu pastinya adalah gambar, dengan perpaduan warna-warna yang memanjakan kedua bola mata dan garis-garis yang membentuk rupa. Sehingga gam...

Stadion yang dibangun para penggemarnya

Pernahkah anda mendengar An der Alten Försterei? Kalau nama itu terasa asing di telinga anda bagaimana dengan FC Union Berlin? Cukup familiar, bukan? An der Alten Försterei adalah stadion yang dibangun langsung oleh para penggemar Fc Union Berlin selama kurun waktu satu tahun, 2008-2009. Iya, anda tidak salah membacanya. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Bila kita membicarakan sepak bola Jerman, maka kita tidak akan ada habis-habisnya membahas tentang inovasi dan profesionalitas baik federasi maupun klub-klub kontestan liga. Akan selalu ada ide dan gebrakan yang menarik dan bahkan belum pernah terpikirkan oleh sumber daya manusia pada umumnya, dari manajemen sampai penggemarnya. Memang benar Premier league adalah liga paling memukau di alam semesta, disuguhkan strategi permainan terbaik, media broadcasting yang termutakhir, dan bintang-bintang lapangan hijau, tetapi untuk urusan finansial yang sehat, stadion yang selalu penuh, talenta muda, koreografi yang menakjubkan, Bundesliga ...

Postingan populer dari blog ini

Sebuah lapangan sore hari

  Saya kira musim ini dan seterusnya, saya tidak akan menonton bola lagi, tidak akan pergi ke stadion, tidak akan pergi ke luar kota untuk mengikuti laga-laga berikutnya. Saya kira saya akan menutup musim lalu dengan terpaku di kursi meracau tentang peluang-peluang yang terbuang sia-sia. Sehari sebelum peluit ditiup, saya akan merencanakan itu, berhenti menjadi penggemar klub sepak bola. Berita kematian dari media ke media menyayat hati saya sebab begitu mudahnya menghilangkan nyawa anak manusia yang masih memiliki perjalanan yang jauh. Manusia macam apa yang tega melakukan perbuatan itu? Atas dasar apa melakukan itu? Siapa yang mereka tiru? Dan yang lebih penting apa tujuan itu semua? Ketika pertandingan dihelat pada hari itu, maka di hari yang sama, siang dan malam menjadi instabilitas psikologis. Kejiwaan saya terombang-ambing di lautan ketidakpastian. Saya kerap khawatir mengenakan lambang atau nama klub dan komunitas yang terpampang di pakaian. Saya merasa tidak aman. Seolah...

Kalah

Ketika peluit ditiup aku selalu ragu, engkau akan membawa angka atau justru dibikin malu. Entah di kandang atau sebagai tamu. Aku sendiri selalu khawatir ketika bola di muka gawang. Mungkin saja blunder atau sekadar hoki. Berharap bola segera keluar dari area pertahanan. Semakin kencang dada ini berdebar. Disepak jauh beruntung berbuah angka, jika sebaliknya menembus batas akhir menampar jala, ritus-ritus kolega menaruh kedua tangan di atas kepala memasang waajah kecewa.

Bukan pilihan

     Saya tidak pernah memilih untuk mencintai klub ini. Semuanya begitu saja terjadi tanpa mudah untuk dimengerti. Kalau saya telaah satu per satu memang benar saya tidak memilih klub ini. Sepertinya ada campur tangan tuhan di dalamnya dan pastinya ini sudah direncanakan bukan semata-mata kebetulan. Alasan saya sederhana sekali, saya lahir dan besar di kota ini. Saya gemar bermain bola dan satu-satunya klub sepak bola profesional di kabupaten ini adalah Persijap Jepara 1954.      Misal saja saya dilahirkan dan dibesarkan di kota atau pulau seberang, pastinya saya akan mendukung klub bola dari kabupaten tersebut. Secara materi memang tidak ada untungnya menjadi penggemar klub sepak bola, apalagi dengan prestasi yang itu-itu saja dan jajaran pemain yang biasa saja. Malah banyak ruginya, tapi kehidupan ini bukan soal materi saja, tetapi lebih kepada kepuasan batin, dan inilah yang terpenting walaupun sifatnya relatif juga.         Kar...