Langsung ke konten utama

Kelak suatu saat nanti

Kebanyakan lelaki ketika memiki banyak uang akan memilih untuk memiliki banyak istri, tetapi tidak denganku. Aku lebih memilih untuk memiliki banyak anak, sebab mereka tidak hanya akan mewarisi gen biologisku tetapi juga ideologisku. Untukku, satu orang istri sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginanku. Karena aku merasa sudah menemukan kelengkapan hanya pada seorang wanita saja. Kalau dipikir-pikir buat apa memiliki banyak istri tetapi mereka tidak benar-benar mencitaiku melainkan uangku. Bukankah manusia diciptakan berpasang-pasangan? satu laki-laki hanya untuk satu perempuan?

     Salah satu problematika yang dialami seorang poligami adalah dia tidak menemukan kesempurnaan pada seorang wanita saja. Melainkan dia hanya menemukan satu keunggulan pada satu wanita lalu cepat-cepat ingin menikahinya. Lambat laun keunggulan tersebut akan memudar dan terkesan merasa bosan dengan seiring berjalannnya waktu. Misalnya seperti ini, seorang lelaki menikahi seorang wanita karena tertarik dengan kemolekan tubuhnya, tetapi dia melupakan sesuatu bahwa kemolekan tubuh wanita akan mengendur dan tidak menarik seperti dulu lagi. Kulitnya yang halus dan cerah mulai mengeriput, kedua payudaranya memulur, pinggangnya menggelambir, pantatnya tidak sekencang dulu, kedua kantung bola matanya menghitam karena sering begadang merawat anaknya.

   Dan juga mata seorang manusia cenderung terbatas menjaga kualitas pandangan. Secantik atau setampan apa pun seorang manusia jika sering dilihat akan timbul rasa bosan, dan jika sudah muncul rasa bosan satu-satunya yang bisa menjaga hubungan kedua pasangan adalah rasa cinta. Karena cinta mampu menutupi keburukan dan kekurangan, tetapi tidak dengan mata apalagi nafsu belaka, dia jauh lebih lemah menjaga hubungan asmara. Sepanjang aku mengamati hubungan asmara, aku menemui satu fenomena bahwa jika ada sepasang kekasih dilatar-belakangi hubungan seksual, kemungkinan besar untuk berpisah itu ada. Karena nafsu manusia itu sifatnya sementara dan mudah memudar. Satu tahun pertama mungkin masih memungkinkan bertahan, tetapi tahun-tahun berikutnya sama seperti mata tadi, akan muncul rasa kebosanan juga, dan biasanya seorang lelaki akan merasa tidak tertarik karena rasa kepenasarannya sudah terjawab tentang seluk beluk pasangannya. Apalagi kalau wanitanya mulai menurun kualitas keindahannya. Para lelaki cenderung ingin mencari wanita lain untuk memuaskan nafsu birahinya.

     Ada dua kemungkinan jika hal itu sudah terjadi, mereka akan bercerai, dan jika si wanita menolak, maka si lelaki akan mencari jalan lain yaitu “Berkunjung ke rumah bordil”. Inilah hal paling jahat yang dilakukan oleh lelaki. Dia tega mengkhianati cinta dann ketulusan hati seorang istri walaupun tidak sedikit juga para wanita melakukan hal yang sama. Mereka sama-sama tidak menemukan kelengkapan dan kesempurnaan dari pasangannya. Memang untuk menemukan kelengkapan dan kesempurnaan itu ada berbagai cara dan memiliki relativitas yang berbeda, misalnya dengan bersyukur. Tidak apa-apa jika tidak memiliki istri yang rupawan asal bisa memasak, kalaupun tidak bisa juga tidak apa-apa asal bisa mencuci, kalaupun tidak bisa juga tidak apa-apa asal bisa merawat anak, kalaupun masih tidak bisa juga tidak apa-apa daripada tidak memiliki istri. Memang diperlukan rasa pasrah untuk bersyukur agar tidak memiliki beban pikiran karena tidak semua keinginan di dunia ini bisa terpenuhi.

     Seorang istri yang menyusahkan, merepotkan, menjemukan itu tidak harus diceraikan. Perceraian bukanlah cara terbaik untuk menghadapi istri semacam itu. Pekerjaan terbesar ada di suami karena ia yang berhak untuk membina, mendidik, menegur, memberi contoh kepada seorang istri. Dengan melihat keadaan seperti itu maka dibutuhkan lelaki yang bertanggung jawab, berpengetahuan, berwawasan, dan bijaksana. Dan ini cukup berat jika dilakukan di era modern di mana manusia mudah digoyah akal pikirannya dengan sajian-sajian yang tidak bermutu.

    Maka dari itu aku lebih suka memilih memiliki banyak anak karena senakal-nakalnya anak bagaimana pun ia adalah anakku. Mengalir darah dan kelanjutan perjuangan hidupku. Semua hal yang terkandung dalam diriku akan membentuk karakter dan kepribadian mereka. Istri bisa saja menjadi mantan, tetapi anak tetaplah anak bagaimana pun keadaannya. Kelak suatu saat nanti ketika aku memiliki banyak anak, aku ingin membantu istriku untuk mendidik mereka agar menjadi manusia yang sesuai seperti yang telah dikonsep oleh Tuhan. Aku ingin mereka memiliki tingkat kepemahaman terhadap kehidupan melebihiku. Aku tidak mempermasalahkan mereka akan menjadi dan memiliki apa, asal jangan jauh dari Tuhan. Mereka tidak harus dan menjadi sepertiku. Pilihan terbesar ada di tangan mereka. Aku hanya membantu mereka untuk mewujudkan impiannya sekuat dan semampuku. Mungkin bila sempat di sela-sela kesibukanku, aku akan mengajak mereka berdiskusi dan saling memahami satu sama lain. Akan aku ajarkan semua apa yang kuketahui tentang kehidupan ini dengan harapan mereka mau belajar dari kegagalanku dan tidak terulang kepada mereka. Aku sudah mengalami kegagalan yang begitu fatal, semoga saja anak-anakku tidak. Telah kusesali semua kegagalan itu.

     Aku tidak akan memaksakan mereka untuk bersekolah asal mereka masih mau belajar di mana pun  saja. Karena sejatinya sekolah adalah tempat untuk belajar. Ia hanyalah ruang saja dan tidak lebih. Belajar bisa dilakukan di mana, kapan, dan dengan siapa saja. Suatu saat aku perlu belajar dari  anak-anakku tentang banyak hal. Aku percaya bahwa mereka lebih tahu dariku. Aku percaya bahwa terkandung banyak ilmu di dalam diri mereka.

   Kalau bisa mereka memiliki kegemaran membaca buku sejak di bangku sekolah dasar. Tidak sepertiku yang telat mengetahui kenikmatan membaca buku di usia kepala dua. Nantinya aku ingin membuatkan mereka rak untuk menempatkan koleksi bukuku agar mereka dengan mudah mengakses dan merawatnya. Tidak kubatasi jenis buku apa yang akan mereka baca walaupun aku sendiri tidak menyukainya. Mungkin suatu saat nanti aku akan lebih menghemat keuangan untuk membelikan mereka mainan atau makanan, tetapi jika mereka meminta untuk dibelikan buku, maka dengan senang hati aku memenuhinya. Karena dalam otakku telah terpatri bahwa tidak ada yang mengalahkan kenikmatan menyembah Tuhan selain mencari ilmu. Tidak apa-apa bila badan ini terasa lapar asal masih bisa mendapatkan ilmu. Dan ilmu pengetahuan juga tidak akan hilang walaupun manusia telah mati.

      Kalaupun mereka tidak memiliki kegemaran membaca buku juga tidak apa-apa asalkan mereka tidak memindahkan koleksi bukuku ke tempat lain karena aku percaya suatu saat nanti keturunanku yang lain akan memiliki kegemaran yang sama denganku. Aku percaya akan hal itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah lapangan sore hari

  Saya kira musim ini dan seterusnya, saya tidak akan menonton bola lagi, tidak akan pergi ke stadion, tidak akan pergi ke luar kota untuk mengikuti laga-laga berikutnya. Saya kira saya akan menutup musim lalu dengan terpaku di kursi meracau tentang peluang-peluang yang terbuang sia-sia. Sehari sebelum peluit ditiup, saya akan merencanakan itu, berhenti menjadi penggemar klub sepak bola. Berita kematian dari media ke media menyayat hati saya sebab begitu mudahnya menghilangkan nyawa anak manusia yang masih memiliki perjalanan yang jauh. Manusia macam apa yang tega melakukan perbuatan itu? Atas dasar apa melakukan itu? Siapa yang mereka tiru? Dan yang lebih penting apa tujuan itu semua? Ketika pertandingan dihelat pada hari itu, maka di hari yang sama, siang dan malam menjadi instabilitas psikologis. Kejiwaan saya terombang-ambing di lautan ketidakpastian. Saya kerap khawatir mengenakan lambang atau nama klub dan komunitas yang terpampang di pakaian. Saya merasa tidak aman. Seolah...

Bukan pilihan

     Saya tidak pernah memilih untuk mencintai klub ini. Semuanya begitu saja terjadi tanpa mudah untuk dimengerti. Kalau saya telaah satu per satu memang benar saya tidak memilih klub ini. Sepertinya ada campur tangan tuhan di dalamnya dan pastinya ini sudah direncanakan bukan semata-mata kebetulan. Alasan saya sederhana sekali, saya lahir dan besar di kota ini. Saya gemar bermain bola dan satu-satunya klub sepak bola profesional di kabupaten ini adalah Persijap Jepara 1954.      Misal saja saya dilahirkan dan dibesarkan di kota atau pulau seberang, pastinya saya akan mendukung klub bola dari kabupaten tersebut. Secara materi memang tidak ada untungnya menjadi penggemar klub sepak bola, apalagi dengan prestasi yang itu-itu saja dan jajaran pemain yang biasa saja. Malah banyak ruginya, tapi kehidupan ini bukan soal materi saja, tetapi lebih kepada kepuasan batin, dan inilah yang terpenting walaupun sifatnya relatif juga.         Kar...

Lebih berhemat di tiga tempat #2

“Kamu kuliah di mana?” Kataku kepada teman yang tak sengaja bertemu di suatu pertandingan bola voli.    “Tahun lalu aku rehat dari dunia sekolah, tapi bulan kemarin aku sudah mendaftar di Kudus.” Jawabnya sambil duduk di atas motor.      Kami berdua jarang bertemu tetapi saling mengenal dan akrab karena sering menonton pertandingan Persijap Jepara. Tentang bola voli hanya dia yang gemar bukan aku. Aku hanya ingin menonton teman-teman satu kampungku melakoni laga uji coba. Dalam pikirku yang tidak tahu mau berbuat apa setelah lulus sekolah, terbersit ingin kuliah di sana juga.      Aku sendiri pun seperti tidak begitu antusias mengambil kuliah jurusan manajemen yang di luar dugaan banyak sekali mata kuliah serba hitungan yang sering membuatku ingin berhenti saja, tetapi kali ini aku tidak menceritakan tentang lika-liku perkuliahanku di sana, tetapi lebih kepada bagaimana caraku mengelola keuangan dengan sebaik-baiknya.      K...