Seperti kebanyakan anak laki-laki dari Jepara pada umumnya yang bercita-cita ingin menjadi pemain sepak bola untuk Persijap Jepara, namun jalan hidup berkata lain. Saya bahkan tidak pernah mengikuti kompetisi sepak bola resmi manapun, dan saya pun bersyukur, menjadi pesepakbola di Indonesia tidaklah sejahtera seperti di liga-liga eropa. Apalagi untuk Persijap Jepara, tim yang beberapa tahun terakhir terseok-seok setelah turun dari super liga. Dari finansial sampai pembibitan. Saya tidak tahu apakah di klub ini ada semacam tim pencari bakat yang memiliki kecerdasan visioner dalam melihat bakat-bakat potensial anak-anak Jepara. Ketika saya membaca beberapa artikel yang beredar gratis di dunia maya, saya terkesan dengan dua tim dari eropa, Athletic Club Bilbao dan Sankt Pauli. Terpampang rapi di laman resmi Bilbao, Every single one of Athletic Club's players was either born in the Basque Country or brought up here . Saya terkejut dengan kalimat itu. Seolah-olah ketidakmungkinan di t...
Saya kira musim ini dan seterusnya, saya tidak akan menonton bola lagi, tidak akan pergi ke stadion, tidak akan pergi ke luar kota untuk mengikuti laga-laga berikutnya. Saya kira saya akan menutup musim lalu dengan terpaku di kursi meracau tentang peluang-peluang yang terbuang sia-sia. Sehari sebelum peluit ditiup, saya akan merencanakan itu, berhenti menjadi penggemar klub sepak bola. Berita kematian dari media ke media menyayat hati saya sebab begitu mudahnya menghilangkan nyawa anak manusia yang masih memiliki perjalanan yang jauh. Manusia macam apa yang tega melakukan perbuatan itu? Atas dasar apa melakukan itu? Siapa yang mereka tiru? Dan yang lebih penting apa tujuan itu semua? Ketika pertandingan dihelat pada hari itu, maka di hari yang sama, siang dan malam menjadi instabilitas psikologis. Kejiwaan saya terombang-ambing di lautan ketidakpastian. Saya kerap khawatir mengenakan lambang atau nama klub dan komunitas yang terpampang di pakaian. Saya merasa tidak aman. Seolah...