Langsung ke konten utama

Tidak, saya tidak akan berhenti!

Saya memang cenderung berbeda dalam mengambil keputusan. Terkadang harus berseberangan dengan orang-orang entah siapa pun itu, dan saya pun tidak ada niat untuk menyangkal atau mengajak berdebat. Perdebatan hanya memperkeruh suatu hubungan. Tidak mencapai titik temu, tetapi hanya ego semata yang diutamakan. Mengapa sangatlah berat mengesampingkan ego untuk mencapai kesepakatan? Orang tidak tahu apa yang harus disanggah, dipermasalahkan, diperbincangkan. Selama ini yang saya lihat hanyalah mendebat personalianya, kepribadiannya, bukan argumen atau pendapat yang diutarakan. Maka dari itu orang mudah marah jika dikritik, karena tersinggung martabat dan harga dirinya. Ini sangat signifikan dampaknya untuk pertemuan yang akan datang. Selama ini yang saya amati dalam ruang-ruang diskusi hanya membahas sesuatu yang sifatnya remeh-temeh, bukan esensi ataupun substansi. Mereka hanya berputar-putar dalam pembicaraan. Hanya berjalan di tempat tanpa ada langkah atau lompatan besar. Maka dari itu saya tidak mau terlibat dalam arus diskusi yang tidak begitu penting. Membuang sia-sia energi saja. saya lebih memilih berdiam diri dan mengamati arah pembicaraan orang-orang. Saya khawatir jika orang-orang tercengang dengan topik yang saya angkat ke ruang diskusi yang hanya menciptakan musuh baru dalam hidup saya. Saya tidak ingin itu terjadi.

Saya selalu menghindari sebuah perdebatan. Saya lebih menyukai bertukar pendapat. Toh juga selama ini kita tidak tahu sebenar-sebenarnya kebenaran. Orang-orang hanya berpegang teguh kepada kebenaran subyektifnya bukan kebenaran yang mutlak, yang berasal dari Tuhan. Subyektif, hanya menuruti kemauan dan keterbatasan ilmu pengetahuannya. Padahal di luar sana masih ada dan bahkan lebih banyak lagi sumber kebenaran yang mesti kita minum bersama agar kehidupan ini tidak buta.

Sebenarnya banyak sekali bahan yang ingin saya perdebatkan, tapi toh kalau saya amati belum ada kesiapan baik dari partisipan dan tempat pelaksanaan. Saya belum menemukan di belahan bumi mana pun. Tapi saya akan berusaha mewujudkan ruang-ruang wacana yang diisi oleh orang-orang yang mampu berpikir terbuka dan meninggalkan segala ke-aku-an dan keuntungan pribadi. Orang-orang yang rela dikritik tanpa ada kebencian sedikitpun dalam hatinya. Orang-orang yang dilingkupi semangat pencarian kebenaran dan kesejahteraan bersama. Dan tidak ada yang salah dan benar dalam ruang tersebut, melainkan mampu atau tidaknya seseorang berpikir. Sebab setiap orang membawa pikirannya sendiri. Seseorang tidak bisa hidup dengan pikiran dan keyakinan orang lain. Karena dari keyakinannya itulah orang mampu bertahan sampai di penghujung usia. Orang boleh mempertahankan keyakinannya mati-matian, tapi jangan melupakan kebenaran yang kita tuju bersama. Tidak ada paksaan dan tindakan memaksa dalam ruang tersebut. Itulah ekosistem manusia yang saya impikan sejak tahun-tahun lalu dan entah berapa tahun lagi saya baru bisa menciptakan ruang ekosistem itu.

Saya akan terus berjalan dan berbuat sesuatu yang bermuara kepada kebenaran. Walaupun banyak batu sandungan yang siap menjatuhkan saya sewaktu-waktu karena saya memahami bahwa saya melawan arus pemikiran. Orang-orang berjalan ke depan mengejar materi, saya mundur perlahan-lahan. Orang-orang berbelok ke kanan, saya ke kiri. Orang-orang duduk berpangku tangan, saya berlari sekencang-kencangnya. Saya amatlah berbeda dan saya tidak peduli pendapat orang lain tentang saya. Termasuk prinsip, ide, dan jalan hidup yang saya pilih. Saya rasa sudah bulat dalam mengambil keputusan ini. Saya tidak akan pernah menyesal melakukannya, termasuk resiko-resiko yang sudah saya perkirakan, pertimbangkan, dan menyusahkan hidup saya. Saya tidak perlu mengurusi pilihan hidup orang lain, biarlah mereka hidup sesuai kehendaknya asal tidak mengganggu apa yang saya perbuat, dan tidak menghalangi jalan hidup yang saya pilih. Itu sudah lebih dari cukup.

Dan saya pun tidak akan pernah berhenti melakukan ini semua, termasuk membaca buku-buku yang orang lain enggan membacanya karena khawatir salah menafsirkan dan berakibat sesat pikiran, dan menulis tulisan-tulisan sampah yang saya usahakan setiap waktunya agar menjadi pupuk untuk pohon besar yang bernama keselamatan. Pohon yang siap menaungi umat manusia dari hujan tipuan dan terik panas kezaliman. Saya akan terus menyibukkan diri dengan memikirkan hal-hal yang di mata orang lain tidak penting, tetapi sangat berpengaruh dalam kehidupan saya. Tidak ada yang salah dari berpikir, sebab berpikir yang salah itu lebih baik daripada tidak berpikir sama sekali. Karena orang yang berpikir sesuatu yang salah, tetapi demi mencari kebenaran, maka suatu saat nanti kebenaran akan menghampirinya. Kalaupun sewaktu-waktu orang-orang memusuhi, saya justru bukan berhenti, tapi berlari lebih kencang, lebih bersemangat dari sebelumnya.

Saya, sampai kapan pun, dua puluh bahkan enam puluh tahun lagi akan tetap menjadi orang yang sama. Orang yang mencari kebenaran untuk keselamatan. Orang yang meninggalkan kemauan dan ke-aku-an dalam diri saya. Orang yang rela menderita agar lebih dekat dengan Tuhan. Orang yang mengabaikan kesenangan dunia yang sementara. Orang yang memiliki karakter yang tidak bisa ditebak oleh siapa pun, sebab saya amatlah berbeda dari yang orang-orang lihat. Orang lain bisa melihat fisik saya, tetapi tidak mungkin memahami pikiran saya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah lapangan sore hari

  Saya kira musim ini dan seterusnya, saya tidak akan menonton bola lagi, tidak akan pergi ke stadion, tidak akan pergi ke luar kota untuk mengikuti laga-laga berikutnya. Saya kira saya akan menutup musim lalu dengan terpaku di kursi meracau tentang peluang-peluang yang terbuang sia-sia. Sehari sebelum peluit ditiup, saya akan merencanakan itu, berhenti menjadi penggemar klub sepak bola. Berita kematian dari media ke media menyayat hati saya sebab begitu mudahnya menghilangkan nyawa anak manusia yang masih memiliki perjalanan yang jauh. Manusia macam apa yang tega melakukan perbuatan itu? Atas dasar apa melakukan itu? Siapa yang mereka tiru? Dan yang lebih penting apa tujuan itu semua? Ketika pertandingan dihelat pada hari itu, maka di hari yang sama, siang dan malam menjadi instabilitas psikologis. Kejiwaan saya terombang-ambing di lautan ketidakpastian. Saya kerap khawatir mengenakan lambang atau nama klub dan komunitas yang terpampang di pakaian. Saya merasa tidak aman. Seolah...

Bukan pilihan

     Saya tidak pernah memilih untuk mencintai klub ini. Semuanya begitu saja terjadi tanpa mudah untuk dimengerti. Kalau saya telaah satu per satu memang benar saya tidak memilih klub ini. Sepertinya ada campur tangan tuhan di dalamnya dan pastinya ini sudah direncanakan bukan semata-mata kebetulan. Alasan saya sederhana sekali, saya lahir dan besar di kota ini. Saya gemar bermain bola dan satu-satunya klub sepak bola profesional di kabupaten ini adalah Persijap Jepara 1954.      Misal saja saya dilahirkan dan dibesarkan di kota atau pulau seberang, pastinya saya akan mendukung klub bola dari kabupaten tersebut. Secara materi memang tidak ada untungnya menjadi penggemar klub sepak bola, apalagi dengan prestasi yang itu-itu saja dan jajaran pemain yang biasa saja. Malah banyak ruginya, tapi kehidupan ini bukan soal materi saja, tetapi lebih kepada kepuasan batin, dan inilah yang terpenting walaupun sifatnya relatif juga.         Kar...

Lebih berhemat di tiga tempat #2

“Kamu kuliah di mana?” Kataku kepada teman yang tak sengaja bertemu di suatu pertandingan bola voli.    “Tahun lalu aku rehat dari dunia sekolah, tapi bulan kemarin aku sudah mendaftar di Kudus.” Jawabnya sambil duduk di atas motor.      Kami berdua jarang bertemu tetapi saling mengenal dan akrab karena sering menonton pertandingan Persijap Jepara. Tentang bola voli hanya dia yang gemar bukan aku. Aku hanya ingin menonton teman-teman satu kampungku melakoni laga uji coba. Dalam pikirku yang tidak tahu mau berbuat apa setelah lulus sekolah, terbersit ingin kuliah di sana juga.      Aku sendiri pun seperti tidak begitu antusias mengambil kuliah jurusan manajemen yang di luar dugaan banyak sekali mata kuliah serba hitungan yang sering membuatku ingin berhenti saja, tetapi kali ini aku tidak menceritakan tentang lika-liku perkuliahanku di sana, tetapi lebih kepada bagaimana caraku mengelola keuangan dengan sebaik-baiknya.      K...