Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2022

Menyambung rantai putus 77 tahun lalu

Negara ini sudah berdiri selama 77 tahun dan tidak ada perbaikan yang mencolok dari masa ke masa. Kemiskinan masih merebak di mana-mana. Bagaimana mungkin negara sekaya dan seluas ini masih ada jutaan manusia yang masih kelaparan. Di tanah ini semuanya ada. Apa yang negara lain tidak punya, negara ini memiliki hingga melimpah ruah. Orang-orang dalam pemerintahan bukannya tidak mampu, tetapi sengaja membiarkan rakyatnya terseok-seok dalam kejamnya pemiskinan. Berkomplot dengan internasionalis. Memang seribu patriot masih kalah dari seorang pengkhianat yang hanya terbuai untuk memenuhi kerakusan dirinya.      Berbagai sistem dan ideologi pernah dicoba, tetapi nihil hasilnya. Entah itu sosialisme, kapitalisme, liberalisme, dan isme-isme lainnya. Pancasila hanyalah tinggal namanya saja. Mungkin tinggal gambar burung garuda yang terpampang di dinding ruang-ruang publik. Tidak ada implementasi sama sekali. Pancasila hanyalah lima pasal yang selalu menjadi hafalan dan tameng u...

Bermain di area yang sensitif itu menyenangkan

Sudah lama saya tidak menulis karena terbentur berbagai hal dan tidak tersedianya waktu yang cukup untuk menata kata-kata, serta yang paling penting adalah menanti datangnya intuisi yang sangat sulit diprediksi. Terkadang tersedia waktu yang cukup, tapi sialnya bersamaan dengan pikiran yang buntu. Saya sendiri terkadang merasa geram tidak keruan sebab tidak tahu cara menanganinya. Seperti yang saya kemukakan di tulisan yang sebelumnya bahwa tidak hanya perut yang perlu makanan, tetapi otak memerlukannya, dan membaca adalah makanan yang tepat untuk kesehatan otak saya. Namun saya melupakan satu hal bahwa memakan adalah input , sedangkan membuang air adalah output. Saya kira menulis adalah output yang tepat untuk kesehatan otak saya. Sampai saat ini saya belum menemukan cara yang lebih efektif daripada menulis.      Saya terlalu sering membaca sampai lupa membuang air (menulis). Betapa nikmatnya membaca itu, saya seperti hidup di suatu zaman yang saya sendiri belum lahir ...

Postingan populer dari blog ini

Sebuah lapangan sore hari

  Saya kira musim ini dan seterusnya, saya tidak akan menonton bola lagi, tidak akan pergi ke stadion, tidak akan pergi ke luar kota untuk mengikuti laga-laga berikutnya. Saya kira saya akan menutup musim lalu dengan terpaku di kursi meracau tentang peluang-peluang yang terbuang sia-sia. Sehari sebelum peluit ditiup, saya akan merencanakan itu, berhenti menjadi penggemar klub sepak bola. Berita kematian dari media ke media menyayat hati saya sebab begitu mudahnya menghilangkan nyawa anak manusia yang masih memiliki perjalanan yang jauh. Manusia macam apa yang tega melakukan perbuatan itu? Atas dasar apa melakukan itu? Siapa yang mereka tiru? Dan yang lebih penting apa tujuan itu semua? Ketika pertandingan dihelat pada hari itu, maka di hari yang sama, siang dan malam menjadi instabilitas psikologis. Kejiwaan saya terombang-ambing di lautan ketidakpastian. Saya kerap khawatir mengenakan lambang atau nama klub dan komunitas yang terpampang di pakaian. Saya merasa tidak aman. Seolah...

Lebih berhemat di tiga tempat #2

“Kamu kuliah di mana?” Kataku kepada teman yang tak sengaja bertemu di suatu pertandingan bola voli.    “Tahun lalu aku rehat dari dunia sekolah, tapi bulan kemarin aku sudah mendaftar di Kudus.” Jawabnya sambil duduk di atas motor.      Kami berdua jarang bertemu tetapi saling mengenal dan akrab karena sering menonton pertandingan Persijap Jepara. Tentang bola voli hanya dia yang gemar bukan aku. Aku hanya ingin menonton teman-teman satu kampungku melakoni laga uji coba. Dalam pikirku yang tidak tahu mau berbuat apa setelah lulus sekolah, terbersit ingin kuliah di sana juga.      Aku sendiri pun seperti tidak begitu antusias mengambil kuliah jurusan manajemen yang di luar dugaan banyak sekali mata kuliah serba hitungan yang sering membuatku ingin berhenti saja, tetapi kali ini aku tidak menceritakan tentang lika-liku perkuliahanku di sana, tetapi lebih kepada bagaimana caraku mengelola keuangan dengan sebaik-baiknya.      K...

Kalah

Ketika peluit ditiup aku selalu ragu, engkau akan membawa angka atau justru dibikin malu. Entah di kandang atau sebagai tamu. Aku sendiri selalu khawatir ketika bola di muka gawang. Mungkin saja blunder atau sekadar hoki. Berharap bola segera keluar dari area pertahanan. Semakin kencang dada ini berdebar. Disepak jauh beruntung berbuah angka, jika sebaliknya menembus batas akhir menampar jala, ritus-ritus kolega menaruh kedua tangan di atas kepala memasang waajah kecewa.