Langsung ke konten utama

Ditipu habis oleh globalisasi

     Tidak seperti yang saya pelajari di sekolah. Globalisasi sebegitu mengerikannya bagi perubahan peradaban manusia. Sekolah tidak memberitahu saya bagaimana globalisasi yang sebenarnya dan apa perubahan mendasar untuk jangka panjang. Yang disebut di buku sekolah bukanlah konsep sebenarnya dari globalisasi. Ini bukan tentang kemudahan akses dan kesenangan duniawi tetapi ada mekanisme yang terselubung di balik pakaian menarik yang bernama globalisasi. Kita mengacuhkan dampak negatif dari globalisasi dan tidak menganggapnya sebagai ancaman yang serius, lalu terkecoh dengan manfaatnya yang tidak seberapa.

       Globalisasi adalah menyeragamkan apa pun yang ada di dunia tanpa terkecuali, atau kalau di buku-buku menyebutnya sebagai pertukaran kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya apa yang ada di indonesia bisa diterapkan di amerika dan begitu juga sebaliknya, tetapi kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang dikampanyekan di sekolah dan media. Yang terjadi adalah apa yang ada di amerika mau tidak mau harus diterapkan di dunia, dengan pengertian lain globalisasi adalah amerikanisasi. Sehingga globalisasi ini merusak batas-batas fungsi negara yang seharusnya melindungi rakyatnya dari serangan luar, perdagangan bebas. Karena negara dan perdagangan bebas itu berlawanan, jika ingin membentuk negara maka ditiadakan perdagangan bebas, sebab negara memiliki batas-batas untuk melindungi kehidupan rakyatnya, tetapi jika ingin tetap melakukan perdagangan bebas maka tidak perlu membentuk negara.

         Ini diperkuat ketika saya tertarik dengan tulisan-tulisan mengenai perubahan zaman. Saya amati satu per satu perubahan yang terjadi. Semua sendi kehidupan telah mengalami pergeseran. Dari sektor mana pun, entah itu finansial, sosial, perdagangan, pendidikan, kebudayaan, politik, hukum, ekonomi, ideologi, dan masih banyak lagi. Tidak ada satu pun yang terlewatkan. Saya sampai terkejut mengetahui dampak yang globalisasi perbuat sampai kini.

        Mulai dari finansial, hampir semua negara berutang dan memakai dollar untuk mencetak uang baru sebagai cadangan menyimpan kekayaan. Lalu semua negara dipaksa menggunakan alat tukar yang sama dalam transaksi internasional, yaitu dollar. Itu berarti rupiah kehilangan nilainya di mata perdagangan internasional. Hampir semua bank sentral di dunia terhubung langsung dengan Federal Reserve beserta nota kesepakatannya. Hampir semua negara di dunia berutang pada Dana Moneter Internasional dengan persyaratannya yang merugikan. Dari segi kebudayaan, seperti yang kita lihat sekarang tidak ada lagi orang jawa, yang ada adalah orang yang lahir di jawa tapi menggunakan cara-cara kebarat-baratan. Mulai dari cara berpakaiannya, cara berpikirnya, cara berperilakunya, tujuan dan filosofi hidupnya. Orang jawa meninggalkan kejawaannya karena dianggap telah usang, padahal tidak demikian. Orang jawa terlalu sering melihat lalu terpukau dengan kebudayaan orang lain. Orang jawa sendiri yang merasa tidak percaya diri dengan apa yang dimiliki. Dipikirnya orang barat itu lebih baik dan lebih maju dari mereka, padahal tidak. Dari segi mananya buang air besar dengan duduk itu lebih sehat daripada jongkok, dari segi mananya membersihkan dengan tisu itu lebih bersih daripada dengan air. Dari sisi mananya buah dalam kemasan lebih sehat dari hasil pohon sendiri.

      Globalisasi masuk beserta gaya imperialismenya yang baru. Mengucurkan dana utang melimpah dengan alasan pembangunan. Menanam modal besar dengan alasan pembukaan lapangan pekerjaan yang jelas-jelas merusak lingkungan dan kepribadian bangsa. Dengan kedok menyejahterakan, para pemodal melakukan ekspansi besar-besaran untuk memperkaya dan memperkuat usahanya di negara lain. Mengeruk sumber daya alam dengan sebebas-bebasnya. Mereka melakukan persaingan yang tidak sehat, mencurangi petinggi negara melalui jebakan utang.

      Kemudian membanjiri produk dari luar yang merusak harga pasar dalam negeri, sehingga pengusaha lokal kehilangan laba dan mata pencaharian. Pengusaha lokal mengalami kekalahan dalam persaingan karena modalnya yang terbatas, lalu memecat sejumlah karyawannya. Lalu munculah pengangguran,  kelaparan, kesenjangan sosial, kemiskinan, tindak kejahatan di mana-mana dan akan terus bertambah. Apa yang sekarang diharapkan dari globalisasi? 

         Manusia modern telah ditipu habis-habisan dengan yang namanya globalisasi. Globalisasi ini yang akan menjadi bumerang yang sewaktu-waktu akan menghancurkan manusia. Manusia dibuat tidak punya kemandirian dan kedaulatan. Kalah telak darinya. Yang paling saya khawatirkan dari globalisasi adalah menciutnya mental anak muda, dibikin kerdil akalnya. Bagaimana mungkin negara ini dikelola dengan bijak jika spiritual dan akalnya belum benar-benar matang. Masih menganggap apa yang dimiliki orang lain itu paling baik dan paling benar tanpa melewati pertimbangan yang kontemplatif dan futuristik. Mungkin ada beberapa produk kebudayaan luar yang baik untuk kita tetapi itu hanya sedikit dan perlu pengkajian yang intensif untuk memerolehnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah lapangan sore hari

  Saya kira musim ini dan seterusnya, saya tidak akan menonton bola lagi, tidak akan pergi ke stadion, tidak akan pergi ke luar kota untuk mengikuti laga-laga berikutnya. Saya kira saya akan menutup musim lalu dengan terpaku di kursi meracau tentang peluang-peluang yang terbuang sia-sia. Sehari sebelum peluit ditiup, saya akan merencanakan itu, berhenti menjadi penggemar klub sepak bola. Berita kematian dari media ke media menyayat hati saya sebab begitu mudahnya menghilangkan nyawa anak manusia yang masih memiliki perjalanan yang jauh. Manusia macam apa yang tega melakukan perbuatan itu? Atas dasar apa melakukan itu? Siapa yang mereka tiru? Dan yang lebih penting apa tujuan itu semua? Ketika pertandingan dihelat pada hari itu, maka di hari yang sama, siang dan malam menjadi instabilitas psikologis. Kejiwaan saya terombang-ambing di lautan ketidakpastian. Saya kerap khawatir mengenakan lambang atau nama klub dan komunitas yang terpampang di pakaian. Saya merasa tidak aman. Seolah...

Bukan pilihan

     Saya tidak pernah memilih untuk mencintai klub ini. Semuanya begitu saja terjadi tanpa mudah untuk dimengerti. Kalau saya telaah satu per satu memang benar saya tidak memilih klub ini. Sepertinya ada campur tangan tuhan di dalamnya dan pastinya ini sudah direncanakan bukan semata-mata kebetulan. Alasan saya sederhana sekali, saya lahir dan besar di kota ini. Saya gemar bermain bola dan satu-satunya klub sepak bola profesional di kabupaten ini adalah Persijap Jepara 1954.      Misal saja saya dilahirkan dan dibesarkan di kota atau pulau seberang, pastinya saya akan mendukung klub bola dari kabupaten tersebut. Secara materi memang tidak ada untungnya menjadi penggemar klub sepak bola, apalagi dengan prestasi yang itu-itu saja dan jajaran pemain yang biasa saja. Malah banyak ruginya, tapi kehidupan ini bukan soal materi saja, tetapi lebih kepada kepuasan batin, dan inilah yang terpenting walaupun sifatnya relatif juga.         Kar...

Lebih berhemat di tiga tempat #2

“Kamu kuliah di mana?” Kataku kepada teman yang tak sengaja bertemu di suatu pertandingan bola voli.    “Tahun lalu aku rehat dari dunia sekolah, tapi bulan kemarin aku sudah mendaftar di Kudus.” Jawabnya sambil duduk di atas motor.      Kami berdua jarang bertemu tetapi saling mengenal dan akrab karena sering menonton pertandingan Persijap Jepara. Tentang bola voli hanya dia yang gemar bukan aku. Aku hanya ingin menonton teman-teman satu kampungku melakoni laga uji coba. Dalam pikirku yang tidak tahu mau berbuat apa setelah lulus sekolah, terbersit ingin kuliah di sana juga.      Aku sendiri pun seperti tidak begitu antusias mengambil kuliah jurusan manajemen yang di luar dugaan banyak sekali mata kuliah serba hitungan yang sering membuatku ingin berhenti saja, tetapi kali ini aku tidak menceritakan tentang lika-liku perkuliahanku di sana, tetapi lebih kepada bagaimana caraku mengelola keuangan dengan sebaik-baiknya.      K...