Seorang Jepara datang kepadaku dengan raut muka tersenyum ketika aku duduk dan bersandar di bawah pohon mangga di atas rerumputan hijau yang telah kering dari embun pagi. Dengan pakaian lusuh tanpa alas kaki, tetapi tidak tercium bau apak sama sekali. Aku heran padanya. Tiba-tiba duduk di sampingku dengan percaya diri tanpa menunggu kupersilakan terlebih dahulu. Tanpa memperkenalkan nama dan asal muasalnya. Tapi dari cara bicara, dialek dan logatnya, aku pastikan ia dari Jepara. Ia mulai berbicara panjang lebar mengenai keresahanku pada kehidupan yang belum pernah aku bicarakan kepada orang-orang. Aku mengajukan pertanyaan mendasar tentang kebaikan. “Apa yang kamu ketahui tentang kebaikan?” Tanpa berpikir lama ia menjawab, ”Kebaikan itu seperti pohon yang menaungi kita. Ia berdiri di tanah yang kering menopang dahan dedaunan, dan melindungi siapapun di bawahnya dari sengatan panas terik matahari. Ia tidak mempedulikan maksud dan apa saja yang dikerjakan di sekitarnya. Ia tidak ...
Apa yang tidak aku temukan dalam ilmu pengetahuan, aku temukan dalam dirimu. Seolah-olah aku merasa bahwa aku menemukan diriku dalam dirimu Dan ternyata kamu adalah perempuan yang selama ini aku cari Dan ternyata kamu adalah bunyi yang aku hayati setiap pagi Dan untuk pertama kalinya aku bersaksi bahwa tiada perempuan selain engkau. Aku percaya bahwa Tuhan yang menciptakan perempuan secantik engkau adalah Tuhan Yang Mahabesar dan Maha Pengasih.