Langsung ke konten utama

Persijap itu yang mana?

     Persijap Jepara itu yang mana? Apakah ia sebuah klub sepak bola di jepara? Bagaimana dengan klub sepak bola lain yang bermain di jepara? Apakah mereka bisa disebut sebagai Persijap juga? Apakah Persijap itu harus ber-home base di Stadion Gelora Bumi Kartini atau Kamal Junaidi? Bagaimana suatu saat nanti Persijap memiliki rumah baru di belahan lain bumi jepara? Apakah ia tidak lagi disebut Persijap Jepara juga?

    Sebenarnya masih banyak lagi tanda tanya mengenai eksistensi Persijap Jepara dan tidak ada satu pun jawaban yang memuaskan keingintahuan saya. Karena menurut saya persijap jepara adalah satu realitas yang tidak jelas, sangat absurd. Tidak ada yang pasti darinya, tapi dibalik ketidakjelasannya, ia memang benar-benar ada. Tidak bisa dilihat dan diraba, tetapi tiba-tiba begitu mudahnya mendiami dengan tenang di isi kepalaku yang ramai kekacauan.

     “Tapi kan aku bisa mengenakan jersei Persijap?”

     “Iya itu jerseinya bukan Persijapnya.”

     “Bagaimana dengan Pemain?”

     “Memangnya jika mereka hengkang apakah Persijap tidak lagi Persijap?”

     “Memang bukan Juga.”

    Tapi ada satu hal yang mendekati dan mewakili Persijap itu sendiri walaupun hal ini bisa dibantah dengan keabsurdan tadi: nama. Karena hal ini mampu mengemanasi orisinalitas Persijap Jepara. Mungkin suatu saat nanti kita bisa saja merubah warna dan logonya asal ada alasan yang substansial. Kalau hanya untuk menarik daya pikat sponsorship, ini hanya akan berlaku sebentar saja. Karena sampai berapa lama penanam modal mampu berkomitmen dengan Persijap Jepara? Seratus tahun ke depan? Atau sampai lima ratus ke depan?

     Kalau hanya lima atau mungkin dua puluh tahun, lebih baik tidak usahlah. Terkesan inkonsisten dan plin-plan jadinya, jika suatu saat nanti harus dikembalikan lagi ke wujud semula. Persijap itu bukan manusia yang sewaktu-waktu bisa mati kapan saja. Ia adalah sebuah klub sepak bola yang mungkin sama berakhirnya dengan kehidupan dunia ini. Memang benar jika kita boleh memperlakukan Persijap layaknya seorang pasangan, tapi kita pun tidak boleh semena-mena memperlakukannya layaknya seperti mempunyai kepemilikan penuh atas dirinya.

      Merubah logo itu boleh saja asal logo yang baru itu lebih baik atau versi sempurna sehingga bisa merepresentasikan Persijap Jepara 1954 dan menurut saya pribadi, logo Persijap yang sekarang ini sudah selesai, tidak perlu ditambah dan dikurangi.

     Beberapa bulan lalu bermunculan pro dan kontra mengenai perubahan logo. Saya bersimpati pada pihak yang kontra. Alasan saya sama dengan mereka: historis, dan lucunya lagi ada pihak yang mencibir alasan historis. Kalau saya amati mereka melakukan suatu blunder, yaitu di satu sisi mereka mencibir alasan historis dan di sisi lain mereka membanggakan trofi dan sekelumit prestasi yang tidak seberapa di masa lalu. Saya tidak marah, tapi justru tertawa terkekel-kekel. Bagaimana mungkin mereka bisa menyetujui dua hal yang berlawanan? Kalau di dunia filsafat, saya bisa menyebutnya sebagai cacat logika. Bukannya rentetan prestasi yang tidak seberapa itu bagian dari historisnya Persijap Jepara juga? Dan apakah jika Persijap tidak lagi memiliki prestasi, maka mereka selesai mendukung?

     Saya jadi ingat juga fenomena di awal tahun 2020 setelah menjuarai kompetisi kasta ketiga. Dengan congkak dan seenak-udelnya mengganti nama dengan alasan keuangan klub agar lebih stabil. Saya kira hampir semua klub-klub di liga eropa tidak sampai mengubah nama. Pemasukan sponsor melimpah dan kestabilan keuangan mereka pun jauh lebih baih dari klub asia manapun apalagi klub dari indonesia. Para pemodal tetap menjunjung nilai-nilai tradisional dalam menjaga klub sepak bola dan mereka juga mengolaborasi dengan modernitas industri dan itu berhasil. Ini berarti yang menjadi permasalahan bukan pada nama sebuah klub tetapi kepada pengelola. Apakah sumber daya manusia yang bekerja di indonesia tidak mumpuni, kreatif, inovatif, dan kompatibel? Atau permasalahannya terletak di mana lagi?

     Kenapa mereka tidak mengikuti pengelolaan yang klub eropa buat seperti: akademi sepak bola usia dini dan toko merchandise? Kenapa yang dituju langsung perubahan nama?

    Seandainya waktu itu rencana tersebut berhasil dan berlangsung sampai entah kapan, saya kira mereka tidak lagi berada di bagian Persijap Jepara 1954. Karena secara tidak langsung mereka telah memutus rantai sejarah. Itu sama saja mereka membuat klub baru dan menghilangkan Persijap Jepara 1954. Saya mempersilakan mereka membuat klub baru di jepara tapi jangan hilangkan Persijap Jepara 1954.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah lapangan sore hari

  Saya kira musim ini dan seterusnya, saya tidak akan menonton bola lagi, tidak akan pergi ke stadion, tidak akan pergi ke luar kota untuk mengikuti laga-laga berikutnya. Saya kira saya akan menutup musim lalu dengan terpaku di kursi meracau tentang peluang-peluang yang terbuang sia-sia. Sehari sebelum peluit ditiup, saya akan merencanakan itu, berhenti menjadi penggemar klub sepak bola. Berita kematian dari media ke media menyayat hati saya sebab begitu mudahnya menghilangkan nyawa anak manusia yang masih memiliki perjalanan yang jauh. Manusia macam apa yang tega melakukan perbuatan itu? Atas dasar apa melakukan itu? Siapa yang mereka tiru? Dan yang lebih penting apa tujuan itu semua? Ketika pertandingan dihelat pada hari itu, maka di hari yang sama, siang dan malam menjadi instabilitas psikologis. Kejiwaan saya terombang-ambing di lautan ketidakpastian. Saya kerap khawatir mengenakan lambang atau nama klub dan komunitas yang terpampang di pakaian. Saya merasa tidak aman. Seolah...

Bukan pilihan

     Saya tidak pernah memilih untuk mencintai klub ini. Semuanya begitu saja terjadi tanpa mudah untuk dimengerti. Kalau saya telaah satu per satu memang benar saya tidak memilih klub ini. Sepertinya ada campur tangan tuhan di dalamnya dan pastinya ini sudah direncanakan bukan semata-mata kebetulan. Alasan saya sederhana sekali, saya lahir dan besar di kota ini. Saya gemar bermain bola dan satu-satunya klub sepak bola profesional di kabupaten ini adalah Persijap Jepara 1954.      Misal saja saya dilahirkan dan dibesarkan di kota atau pulau seberang, pastinya saya akan mendukung klub bola dari kabupaten tersebut. Secara materi memang tidak ada untungnya menjadi penggemar klub sepak bola, apalagi dengan prestasi yang itu-itu saja dan jajaran pemain yang biasa saja. Malah banyak ruginya, tapi kehidupan ini bukan soal materi saja, tetapi lebih kepada kepuasan batin, dan inilah yang terpenting walaupun sifatnya relatif juga.         Kar...

Lebih berhemat di tiga tempat #2

“Kamu kuliah di mana?” Kataku kepada teman yang tak sengaja bertemu di suatu pertandingan bola voli.    “Tahun lalu aku rehat dari dunia sekolah, tapi bulan kemarin aku sudah mendaftar di Kudus.” Jawabnya sambil duduk di atas motor.      Kami berdua jarang bertemu tetapi saling mengenal dan akrab karena sering menonton pertandingan Persijap Jepara. Tentang bola voli hanya dia yang gemar bukan aku. Aku hanya ingin menonton teman-teman satu kampungku melakoni laga uji coba. Dalam pikirku yang tidak tahu mau berbuat apa setelah lulus sekolah, terbersit ingin kuliah di sana juga.      Aku sendiri pun seperti tidak begitu antusias mengambil kuliah jurusan manajemen yang di luar dugaan banyak sekali mata kuliah serba hitungan yang sering membuatku ingin berhenti saja, tetapi kali ini aku tidak menceritakan tentang lika-liku perkuliahanku di sana, tetapi lebih kepada bagaimana caraku mengelola keuangan dengan sebaik-baiknya.      K...