Bergembira boleh-boleh saja, tapi kalo berlebihan tidak baik juga. Agak aneh memang memperingati gelar kejuaraan setiap tahun sekali. Apalah artinya. Seperti tidak ada yang diharapkan lagi. Seperti sudah selesai saja target sebuah klub. Masih banyak trofi-trofi yang lebih bergengsi daripada trofi kompetisi kemarin. Mungkin memperingati momen yang sakral itu bagus sekali, seperti hari jadi sebuah klub atau momen positif yang meningkatkan motivasi pemain selama mengarungi kompetisi yang sekarang, misalnya pernah mengalahkan tim lain. Itu berarti bahwa kita tidak memutus rantai sejarah, tapi kalau soal trofi, menurut saya tidak tepat. Bukannya saya tidak senang klub ini kembali meraih prestasi setelah sekian lamanya yang berpuluh tahun, itu pun dari tim juniornya, tapi sudahilah euforia tentang trofi musim lalu. Persiapan untuk mengarungi kompetisi yang akan hadir kembali ini yang lebih penting. Saya pribadi tidak menuntut untuk naik kasta bahkan menjadi juara, tetapi permainan yang elok ditonton itu yang lebih penting.
Mau bagaimana lagi, kebanyakan pelaku sepak bola sudah terbuai dengan euforia. Trofi kemarin itu bukan segalanya. Biasa saja. Kita tidak perlu memperingatinya setiap tahun yang entah sampai kapan itu. Memang saya berbeda menyikapi hal ini. Bukan hanya trofi kompetisi kasta ketiga tetapi juga efek bagi psikis pemain. Kita tidak mungkin lagi menggunakan semangat yang sama. Kita sudah tidak lagi di kompetisi tersebut. Kita beranjak naik level, situasi dan kondisinya sangat berbeda. Tantangannya lebih terasa. Tekanan di mana-mana. Tidak mungkin berlarut-larut dalam gegap gempita dua tahun lalu. Cobalah beralih menggunakan semangat yang baru.
Ini akan berbeda jika kita justru terperosok (kembali) ke kompetisi kasta ketiga. Sangat bagus mengingat momen tersebut. Sangat membantu psikis sebuah klub. Bisa menjadi acuan kalau kita bisa juara lagi, semangatnya masih sama, tapi perlu diingat itu di kompetisi kasta ketiga.
Jika kita masih mengingat-ingat momen tersebut, saya khawatir jika klub ini malah bukannya berkembang tetapi menjadi blunder, dinina-bobokan dengan pencapaian yang tidak seberapa itu, sudah merasa puas, dan tidak mau berusaha lagi. Apalagi musim ini permainan cenderung buruk. Sangat berbeda ketika menjuarai kompetisi kasta ketiga, tapi lawan yang dihadapikan berbeda? Memang benar, tapi bagaimana perbandingannya dengan komposisi pemain sekarang. Bukankah itu ekuivalen dengan kompetisi kasta kedua? Itu bisa jadi tanda tanya besar bagaimana mungkin kampiun liga bermain seperti itu. Bukannya fokus menata permainan malah mengingat-ingat momen yang berada di kompetisi yang berbeda.
Apakah saya tidak bergembira jika klub ini juara? Tentunya sangat gembira, lebih bahagia dari sebelumnya seolah-olah tubuh saya terasa ringan tanpa beban pikiran, tetapi saya tidak mau berlarut-larut dalam euforia, cukup disimpan di kepala saja, tidak perlu dirayakan setiap tahun. Masih ada pencapaian-pencapaian yang mungkin bisa diraih. Lagi pula trofi tersebut tidak begitu istimewa bagi khazanah persepak-bolaan nasional.
Setahu saya tidak ada klub besar yang terlalu membangga-banggakan trofi kompetisi kasta ketiga. Saya tidak tahu klub ini dibangun ke arah mana.
Komentar
Posting Komentar