Langsung ke konten utama

Dialog antara dua "Aku" #10

     Gadis berbibir tipis itu menganggutkan kepalanya, "O jadi tidak ada manusia yang seratus persen buruk?"

     "Tidak ada, pasti ada sedikit kebaikan darinya. Seperti Tuhan ini menciptakan makhluk-Nya itu sia-sia saja." Kata Rumi, "Yah, jangan dikira sesuatu yang kita anggap buruk itu pasti sepenuhnya buruk. Iblis itukan jahat, tapi ada sisi baiknya dari penciptaan iblis."

     "Apa?"

     "Karena adanya iblis kita jadi tetap menjadi orang baik."

     "Bagaimana bisa?"

     "Sekarang aku tanya padamu. Apa tujuan dari penciptaan iblis?" 

     "Untuk menyesatkan umat manusia."

     "Lalu bagaimana agar kita terhindar dari tipu daya iblis?"

     "Jangan mengikuti langkah-langkahnya."

     "Itu berarti kita berlawanan dengan iblis, 'kan?"

     "Iya."

     "Jika iblis dipihak yang jahat, maka manusia dipihak yang mana?" Tanya Rumi lagi.

     "Yang baik tentunya."

     "Nah sekarang kamu tahu sendiri jawabannya. Aku sendiri menganggap iblis itu sebagai rival hidupku. Jika iblis mengajak manusia ke arah yang buruk maka aku mengajak manusia ke arah yang baik. Aku akan mempertahankan segala kemampuanku agar tidak kalah dengan iblis, apalagi sampai terjerat dalam perangkapnya." Kata Rumi, "Aku juga menganggap iblis sebagai mentorku. Darinyalah aku belajar bahwa konsisten dan berinovasi itu penting."

     "Maksudnya?"

     "Kamukan tahu dari dulu iblis tidak pernah menyerah merayu umat manusia, segala cara telah dia lakukan. Iblis tidak pernah mengundurkan diri dari perannya kepada Tuhan. Walaupun ada satu cerita bahwa iblis hampir menyerah lalu meminta saran kepada Nabi Musa."

     "Apa jawabnya?" Wiyah menyela.

     "Silakan cari jasad Nabi Adam lalu bersujud dihadapannya."

     "Apa jawaban iblis?"

     "Iblis tidak mau. Dia tetap teguh pendirian tidak mau bersujud dihadapan Nabi Adam. Dari zaman yang entah kapan itu sampai akhir dunia ini iblis tetap konsisten. Tidak bisa ditawar. Iblis akan tetap melakoni perannya. "

     "Maksudnya itu bukan kemauan dia menyesatkan umat manusia?"

     "Bukan kemauan dia."

     "Berarti iblis bukan musuh Tuhan?" Tanya Wiyah dengan agak kebingungan.

     "Memang bukan."

     "Bagaimana mungkin itu terjadi?"

     "Persis seperti ucapanmu tadi. Itu perintah langsung dari Tuhan dan itu berat sekali. Para malaikat pun tidak ada yang sanggup mengemban tugas tersebut. Karena resikonya bisa dituduh menjadi musuh Tuhan. Maka dari itu iblis rela diusir dari surga, tempat paling nyaman, dan dilepas dari kedudukannya paling tinggi yaitu sebagai pemimpin tertinggi para malaikat di atasnya Jibril lalu iblis turun ke bumi, atau orang barat menyebutnya the fallen angel. Setelah iblis turun dari jabatannya maka otomatis Jibril yang menggantikan posisinya. Kalau iblis itu memusuhi umat manusia itu memang benar adanya, tapi iblis dianggap sebagai lawan tandingan Tuhan itu bukan. Karena iblis tidak sanggup disejajarkan dengan Tuhan."

      Wiyah agak tidak percaya dengan penjelasan Rumi, tapi masuk akal juga, "Apakah Jibril melakukan kudeta?"

     "Tidaklah, Jibril tidak punya kewenangan seperti itu. Lagi pula Jibril juga bukan manusia yang gila kekuasaan. Semua murni atas perintah Tuhan." Kata Rumi, "Tapi bukan berarti kita harus kasihan kepada iblis lalu mengikuti langkah-langkahnya." Rumi mengambil telepon genggamnya lalu memeriksa pukul berapa sekarang, nampaknya masih lama menuju azan zuhur. "Yah, iblis itu ahlinya berinovasi."

     "Apa maksudnya?"

     "Dulu, sebelum zaman sematerialis ini, kira-kira pada masa para nabi. Iblis bekerja keras membujuk manusia satu per satu tanpa iming-iming, masih manual. Setelah masa itu, iblis mulai berpikir mencari cara baru."

     "Bagaimana caranya?"

     "Sekarang dia memiliki mitra kerja di mana-mana, dan mitra kerjanya adalah orang-orang yang terkenal dari semua lini kehidupan ini. Jika aku sebutkan, ada beberapa yang kamu mengenalnya."

     "Bagaimana bisa mereka mau?"

     "Sekarang aku berbalik bertanya lagi. Apa hal di dunia ini yang orang rela mencari-carinya sampai setengah mati?"

     "Uang, harta, kekayaan, 'kan?"

     "Benar sekali. Kamu tahukan, iblis punya keistimewaan mengabulkan semua permintaan. Kira-kira kamu tahulah mekanismenya. Dia tidak lagi melakukan cara-cara kuno, mengajak manusia menyembah patung dan itu akan sia-sia saja. Sekarang orang digiring kepada Tuhan yang baru yaitu materialisme. Orang rela melakukan apa saja asal masih bisa makan dan bergaya. Sekarang iblis tidak perlu bersusah payah seperti dulu, semua pekerjaannya telah dilakukan oleh mitra-mitranya. Mungkin sekarang iblis seperti orang yang menerima gaji pensiunan di hari tua." Celetuk Rumi, "Dari iblislah aku juga tahu bahwa dia makhluk Tuhan paling taat, paling beriman."

     "Apa lagi sih maksudnya?" Wiyah tertawa kecil mendengar perkataan Rumi.

    "Karena iblis tidak mau bersujud kepada Adam. Dia hanya mau bersujud kepada Tuhan." Kata Rumi, " Yah, coba bayangkan seandainya iblis itu tidak ada."

       Wiyah berpikir sebentar, "Semua orang jadi baik, 'kan?"

     "Kalo menurutku tidak seperti itu. Orang jahat akan lebih banyak karena akan menggantikan posisi iblis. Manusia itu sangat berpeluang mengisi kedudukan tersebut. Jadi selagi iblis masih menjalankan tugasnya, maka kita jangan jadi orang jahat. Karena bisa menyaingi iblis dari perannya. Bisa saja iblis merasa tersindir melihatnya." Rumi terkakak-kakak.

     Wiyah menggelengkan kepala tidak mengerti apa yang dimaksud pria manis berkumis tipis itu. Dia merasa Rumi semakin lama terlalu bebas cara berpikirnya. Gadis berparas ayu itu meminum air lalu menyandarkan punggungnya dan meletakkan kedua tangannya di atas lengan kursi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah lapangan sore hari

  Saya kira musim ini dan seterusnya, saya tidak akan menonton bola lagi, tidak akan pergi ke stadion, tidak akan pergi ke luar kota untuk mengikuti laga-laga berikutnya. Saya kira saya akan menutup musim lalu dengan terpaku di kursi meracau tentang peluang-peluang yang terbuang sia-sia. Sehari sebelum peluit ditiup, saya akan merencanakan itu, berhenti menjadi penggemar klub sepak bola. Berita kematian dari media ke media menyayat hati saya sebab begitu mudahnya menghilangkan nyawa anak manusia yang masih memiliki perjalanan yang jauh. Manusia macam apa yang tega melakukan perbuatan itu? Atas dasar apa melakukan itu? Siapa yang mereka tiru? Dan yang lebih penting apa tujuan itu semua? Ketika pertandingan dihelat pada hari itu, maka di hari yang sama, siang dan malam menjadi instabilitas psikologis. Kejiwaan saya terombang-ambing di lautan ketidakpastian. Saya kerap khawatir mengenakan lambang atau nama klub dan komunitas yang terpampang di pakaian. Saya merasa tidak aman. Seolah...

Perempuanku

  Apa yang tidak aku temukan dalam ilmu pengetahuan, aku temukan dalam dirimu. Seolah-olah aku merasa bahwa aku menemukan diriku dalam dirimu Dan ternyata kamu adalah perempuan yang selama ini aku cari Dan ternyata kamu adalah bunyi yang aku hayati setiap pagi Dan untuk pertama kalinya aku bersaksi bahwa tiada perempuan selain engkau.   Aku percaya bahwa Tuhan yang menciptakan perempuan secantik engkau adalah Tuhan Yang Mahabesar dan Maha Pengasih.

Bukan pilihan

     Saya tidak pernah memilih untuk mencintai klub ini. Semuanya begitu saja terjadi tanpa mudah untuk dimengerti. Kalau saya telaah satu per satu memang benar saya tidak memilih klub ini. Sepertinya ada campur tangan tuhan di dalamnya dan pastinya ini sudah direncanakan bukan semata-mata kebetulan. Alasan saya sederhana sekali, saya lahir dan besar di kota ini. Saya gemar bermain bola dan satu-satunya klub sepak bola profesional di kabupaten ini adalah Persijap Jepara 1954.      Misal saja saya dilahirkan dan dibesarkan di kota atau pulau seberang, pastinya saya akan mendukung klub bola dari kabupaten tersebut. Secara materi memang tidak ada untungnya menjadi penggemar klub sepak bola, apalagi dengan prestasi yang itu-itu saja dan jajaran pemain yang biasa saja. Malah banyak ruginya, tapi kehidupan ini bukan soal materi saja, tetapi lebih kepada kepuasan batin, dan inilah yang terpenting walaupun sifatnya relatif juga.         Kar...